OPINI

Perubahan Iklim: Musuh Semua Golongan

Harian Kuningan – Dengar, ya. Ini bukan soal kampanye partai politik atau debat kusir soal siapa yang paling Pancasilais. Ini soal nasib kita semua, umat manusia, yang kalau kata orang bijak, “hidup cuma sekali, mati berkali-kali gara-gara oven raksasa ini.” Iya, perubahan iklim. Masalah yang katanya jauh, tapi efeknya bikin AC di rumah jadi barang mewah, dan kipas angin serasa cuma ngelus-elus doang.
Coba bayangin, kalau semua manusia di muka bumi ini bersatu, dari Sabang sampai Merauke, dari Amerika sampai Antartika (meskipun di sana isinya penguin doang), itu pun masih setengah mati ngurusin perubahan iklim. Lah, ini? Kita masih sibuk ribut soal siapa yang paling ganteng, siapa yang paling benar, atau yang paling penting, siapa yang paling tajir. Padahal, mau Anda Elon Musk atau Mang Udin tukang bakso, kalau bumi ini sudah jadi sauna permanen, ya sama-sama keringetan!

Biang Keroknya Siapa Sih?

Nah, sebelum kita sibuk nyalahin tetangga sebelah yang suka buang sampah sembarangan (padahal dia cuma salah satu dari sekian banyak faktor), mari kita lihat dulu biang kerok utama perubahan iklim ini. Simpelnya sih, ini gara-gara ulah kita sendiri yang kebanyakan melakukan hal-hal seperti

  • Bakar-bakaran Fosil: Mulai dari knalpot motor yang ngebul, asap pabrik yang bikin langit item, sampai pembangkit listrik yang masih pakai batu bara. Semua itu ngebebasin gas-gas rumah kaca, kayak karbon dioksida (CO_2), yang bikin bumi jadi gerah. Mirip kayak efek gas kentut di ruangan tertutup, tapi skalanya global.
  • Deforestasi atau Penggundulan Hutan: Pohon itu ibarat paru-paru bumi yang nyerep CO_2. Nah, kalau hutannya dibabat buat bikin perkebunan kelapa sawit atau perumahan, ya otomatis paru-paru bumi jadi bolong-bolong. Siapa yang mau napas kalau paru-parunya bolong?
  • Sampah Numpuk dan Ternak Kentut: Iya, betul. Sampah organik yang busuk di TPA itu ngeluarin gas metana (CH_4) yang efeknya lebih dahsyat dari CO_2. Terus, ternak-ternak kita, kayak sapi, itu juga ngeluarin metana dari kentutnya. Jangan salah, jutaan sapi di dunia itu kalau serentak kentut, dampaknya luar biasa!
    Akibatnya? Jangan Nangis di Pojokan Nanti

Lalu, apa dampaknya kalau kita terus-terusan jadi “penyumbang gas rumah kaca” paling aktif? Jangan kaget kalau nanti akibatnya bikin hidup makin merana:

  • Suhu Makin Panas, Bencana Makin Ganas: Jelas, bumi makin panas. Es di kutub meleleh, permukaan air laut naik. Yang dulunya pantai indah, sekarang jadi lautan. Yang dulu musim kemarau cuma tiga bulan, sekarang bisa enam bulan lebih. Banjir bandang di sana-sini, kekeringan di mana-mana. Mau dibilang azab Tuhan? Mungkin juga, karena kita yang ngundang azabnya dengan merusak bumi.
  • Krisis Air dan Pangan: Kalau kekeringan terus, sawah gagal panen, air bersih susah dicari. Mau makan apa kita? Mau minum apa? Jangan harap bisa ngopi cantik kalau air bersih saja langka.
  • Penyakit Baru Bermunculan: Suhu panas bikin nyamuk betah, penyakit demam berdarah makin merajalela. Belum lagi penyakit pernapasan gara-gara polusi udara.
  • Ekosistem Hancur, Satwa Pun Punah: Ikan-ikan di laut pada pusing karena airnya makin panas dan asam. Hewan-hewan darat kehilangan habitatnya. Bayangin kalau nanti anak cucu kita cuma bisa lihat harimau di buku gambar, bukan di kebun binatang apalagi di habitat aslinya.

Jangan Cuma Jumat Berkah, Jumat Lingkungan Juga Dong!

Ngomong-ngomong soal persatuan, saya jadi kepikiran. Ini kampanye perubahan iklim harusnya bukan cuma nangkring di webinar-webinar yang pesertanya cuma itu-itu lagi. Harus masuk ke sendi-sendi kehidupan kita. Coba bayangkan, khotbah Jumat di masjid, ibadah Minggu di gereja, atau ritual di pura dan vihara. Dijadikan ajang untuk ngomongin betapa pentingnya menjaga bumi. Mungkin judul khotbahnya bisa diganti jadi, “Berbakti kepada Tuhan dengan Menjaga Lingkungan,” atau “Neraka Bukan Cuma Api, tapi Juga Polusi Udara.” Pasti lebih ngena, daripada cuma ngomongin dosa zina melulu (padahal dosa ngebuang sampah sembarangan juga dosa, lho!). Kan lumayan, yang tadinya cuma mikirin pahala akhirat, jadi mikirin pahala menyelamatkan planet juga.

Jangan ada perang, mari bersatu.

Ini abad ke-21 lho, katanya modern, katanya canggih, lebih beradab, tapi masih ada aja yang sibuk perang. Israel lawan Palestina, India lawan Pakistan, kadang-kadang tetangga depan rumah lawan tetangga samping gara-gara jemuran. Padahal, musuh kita sekarang itu karbon dioksida, metana, dan suhu yang makin panas. Itu loh musuh yang bikin es kutub meleleh kayak es krim di siang bolong, terus bikin Jakarta makin sering banjir bandang kayak kolam renang raksasa.

Terus, yang bikin saya geleng-geleng kepala itu soal perbedaan keyakinan. Sunni, Syiah, Ahmadiyah, dan segala macam aliran. Emangnya kalau bumi ini rusak, terus kita semua jadi zombie kelaparan, masih ada yang peduli anda itu NU atau Muhammadiyah? Atau anda Kristen Protestan atau Katolik? Ya ampun, sudah lah. Mari kita bersatu. Perbedaan keyakinan itu indah, tapi kalau dijadikan alasan untuk berantem, ya sama saja bohong.

Jangan Panik! Ada Hal Sederhana yang Bisa Kita Lakukan

Oke, setelah kita tahu biang kerok dan akibatnya, jangan terus-terusan panik dan berharap Batman yang nyelamatin. Kita bisa mulai dari hal-hal kecil, tapi kalau dilakukan banyak orang, efeknya luar biasa:

  • Kurangi Plastik Sekali Pakai: Kalau belanja, bawa tas belanja sendiri. Beli minum pakai botol reusable. Botol plastik itu butuh ratusan tahun buat terurai, keburu kiamat duluan.
  • Hemat Energi: Cabut charger HP kalau enggak dipakai. Matikan lampu kalau enggak ada orang di ruangan. Pakai transportasi umum atau sepeda kalau memungkinkan. Kan lumayan, selain hemat duit, juga bikin bumi bernapas lega.
  • Pilah Sampah: Pisahkan sampah organik dan anorganik. Sampah organik bisa jadi kompos, sampah anorganik bisa didaur ulang. Jangan campur aduk kayak adukan semen.
  • Tanam Pohon, Jangan Cuma Nanam Dosa: Kalau ada lahan kosong, tanam pohon. Satu pohon itu bisa jadi penyelamat bagi masa depan. Minimal tanam kangkung di pot depan rumah, lumayan buat ngurangin CO_2 dan buat lauk.
  • Bijak Konsumsi Daging: Tidak harus jadi vegetarian, tapi mengurangi konsumsi daging merah juga bisa membantu. Ingat, sapi itu kentutnya metana!

Kita Semua Penumpang Kapal yang Sama, Jangan Bikin Bocor!

Intinya, kawan-kawan sekalian, kita semua ini, dari Sabang sampai Merauke, dari ujung dunia sampai ujung rambut, sedang menghadapi masalah yang sama: perubahan iklim yang bikin bumi kita ini makin enggak enak ditinggali. Lingkungan jadi amburadul, makhluk hidup lain juga ikutan sengsara. Kasihan cicak di dinding, biasanya cuma ngejar nyamuk, sekarang harus mikirin cara bertahan hidup dari gelombang panas.

Jadi, sudahlah. Buang jauh-jauh perbedaan yang enggak penting. Kita ini ibarat penumpang kapal yang sama. Kalau kapalnya bocor, mau Anda duduk di kelas VVIP atau di geladak paling bawah, ya sama-sama tenggelamnya. Jadi, mari kita bahu-membahu, pakai akal sehat, dan bertindak. Karena kalau bukan kita, siapa lagi? Mau nunggu kiamat duluan baru sadar? Jangan dong!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *