Karang Taruna Desa Pajambon Soroti Longsor di Cilengkrang: Lebih dari Sekadar Curah Hujan
Harian Kuningan – Salah satu anggota karang taruna Arya Kamuning Desa Pajambon, Kecamatan Kramatmulya, mengungkapkan kekhawatiran serius terkait kejadian longsor yang kembali terjadi di area Cilengkrang.
Menurut Arul sapaan akrabnya Didon, selaku anggota karang taruna mengatakan yang dikatakan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) terkait pemicu longsor yaitu curah hujan yang tinggi serta adanya pipa PDAM yang putus. Ternyata ada aspek lain yang menjadi penyebab kejadian tersebut.
“Dalam berbagai pernyataan, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) menjelaskan bahwa faktor utama pemicu longsor adalah curah hujan yang tinggi serta adanya pipa PDAM yang putus. Namun, menurut Karang Taruna, ada aspek lain yang tak boleh diabaikan, masifnya pembangunan yang terus berlangsung di kawasan,” ujarnya, Minggu, (18/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa faktor alam seperti hujan deras berkontribusi terhadap ketidak stabilan tanah yang ada jangan sampai diabaikan yaitu terkait pembangunan yang tidak terkendali.
“Kami memahami bahwa faktor alam seperti hujan deras berkontribusi terhadap ketidakstabilan tanah. Namun, yang tidak bisa diabaikan adalah dampak dari pembangunan yang tidak terkendali,” ucap Didon.
Ia menambahkan bahwa dalam 1 tahun terakhir, ekosistem di sekitar Cilengkrang mengalami perubahan drastis akibat proyek-proyek konstruksi yang mengabaikan keberlanjutan lingkungan.
Karang taruna Desa Pajambon menyoroti bahwa jika pembangunan tidak dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, maka risiko longsor akan terus meningkat, mengancam keselamatan warga serta ekosistem sekitar.
Kata Didon pihaknya mendesak agar seluruh pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan BTNGC, bersikap lebih transparan dalam menilai penyebab utama bencana tersebut.
“Kami meminta agar ada kajian mendalam dan tidak hanya menyederhanakan penyebab longsor sebagai fenomena alam semata. Jika tidak ada langkah tegas untuk mengendalikan ekspansi pembangunan yang berdampak negatif, maka potensi bencana ke depan semakin sulit dihindari,” lanjutnya.
Didon menegaskan, bencana yang terjadi itu perlu adanya tindakan cepat, baik dalam upaya mitigasi maupun perbaikan kebijakan lingkungan.
“Jika tidak ada tindakan tegas apapun, bencana ini tidak hanya menganggu akses dan sumber air bagi masyarakat, tetapi ini bakal menjadi kekhawatiran yang lebih jika dibiarkan begitu saja. tutupnya.
Sementara karang taruna meminta pemangku kepentingan untuk bisa lebih mendiskusikan regulasi tata ruang yang lebih ketat serta mendorong pendekatan berbasis ekologi dalam pembangunan.